Pentingnya Attitude Dalam Pembelajaran Jarak Jauh

 

Desbud Guru IPS : Pentingnya Attitude Dalam Pembelajaran Jarak Jauh
Gambar: https://www.facebook.com/294433317256915/posts/3577963968903817/

Guru adalah teladan bagi siswanya. Pembelajaran dapat berjalan, jika terdapat unsur-unsur yang saling mempengaruhi didalamnya. Yaitu Guru dan Siswa. Pembelajaran akan bermakna, jika terdapat pesan yang disampaikan. Tidak hanya sekedar transfer of knowledge, namun juga transfer of value.

Saat ini, berbagai daerah masih melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh atau Belajar Dari Rumah. Meskipun diberikan relaksasi oleh Mendikbud, Nadiem Makarim. Walau begitu banyak pulaa sekolah-sekolah yang menyelenggarakan tatap muka terbatas di kelompok-kelompok belajar. Dengan berbagai pertimbangan dan perasaan was-was melaksanakan pembelajaran Guru Kunjung. Ada yang sempat melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas di sekokah, berjalaan sepekan. Kemudian diberhentikan dengan alasan ijin. Namun sayangnya, tidak ada langkah konkrit yang diambil untuk mengatasi masalah lebih dari 50% siswanya tidak ikut serta melaksanakan pembelajaran selama ini.

Sangat disayangkan, bahwa doktrin cluster baru kasus covid19 ini selalu digaungkan untuk ditujukan ke dunia pendidikan. Sehingga mengikis mental baik guru-guru maupun siswanya. Saya sendiri tidak cukup ilmu untuk menangkal bahwa tidak akan terjadi apa-apa selama tetap menjaga dan patuh pada protokol. 

Setiap pekan selalu ada evaluasi terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Namun sayangnya tidak pernah menemukan solusinya. Setiap evaluasi yang dibahas adalah siswa. Tidak pernah sekalipun menyinghung gurunya. Sibuk mencari permasalahan siswa, tapi lupa mengoreksi diri. 

Seperti buah yang jatuh, tidak jauh dari pohonnya. Siswa yang malas, tidak karena meneladani gurunya yang malas. Saya sangat menghargai perjuangan guru-guru, sedikitpun tidak ingin menyurutkan semangat guru. Perlu diketahui, bahwa mendidik anak tidak hanya tugas ayah, atau ibu saja. Tetapi semua ikut berperan. Ibu dan ayah dalam hal ini adalah ibu dan bapak guru. 

Guru menjadi teladan bagi siswanya. Terkadang kita lupa, menginginkan siswa mengirim pesan yang santun kepada guru. Tetapi kita tak mampu memberi contoh. 

Jika guru mengajarkan siswa pada PJJ hanya transfer pengetahuan, maka google lebih menguasai dibandingkan guru-guru. Seperti yang disampaikan Bung Hatta, bahwa:

Kurang Cerdas dapat diperbaiki dengan Belajar

Kurang Cakap dapat dihilangkan dengan Pengalaman

Namun Tidak Jujur, Sulit diperbaiki

Tentu ibu dan bapak guru semua mengetahui ketiga aspek ini terdapat dalam penilaian pembelajaran yang dikenal sebagai Kognitif, Psikomotor, dan Afektif. Seringkali kita mengabaikan penilaian afektifnya. Atau yang saya kenal dengan istilah Attitude atau Sikap. Seperti sopan dan santun, kejujuran, toleransi dan lainnya.

Pada pembelajaran PJJ, barangkali siswa juga bisa belajar dengan google biar bisa cerdas. Atau melihat tutorial di youtube supaya bisa membuat keterampilan. Tetapi siswa tidak dapat mendapatkan hal yang satu ini diluar sana. Yaitu value, attitude. Karena mereka butuh sosok model yang bisa menjadi teladan. Siapa? Guru. Loh, kenapa tidak orang tuanya dirumah? Tentu, Anda pernah mengalaminya, bahwa iswa lebih menurut kepada guru, dibandingkan orangtuanya.

Disinilah peran guru yang sesungguhnya, memberikan sentuhan kasih sayang. Transfer of value. Membentuk karakter. Memiliki sikap yang baik. 

Semoga wabah ini segera berakhir, agar guru dapat dengan tenang menjalankan tugasnya. Menjadi sosok yang diteladani siswanya, karena kewibawaannya.

Beberapa hari yang lalu, wali kelas berinisiatif untuk berkunjung silaturahmi ke rumah orang tua siswa yang tidak aktif dalam pembelajaran jarak jauh. Silaturahmi para wali kelas mendapat sambutan hangat dari orang tua siswa yang dijumpai. Para wali kelas ingin mengetahui persis permasalahan yang sedang dihadapi oleh siswa-siswanya. Banyak orang tua/ wali yang mencurahkan isi hatinya saat pembelajaran jarak jauh saat ini. Berbagai macam permasalahan dan masukan diterima oleh wali kelas, untuk dijadikan bahan diskusi dan musyawarah di madrasah. 

Namun ada fakta yang mengejutkan. Pembelajaran Jarak Jauh yang seyogianya dilakukan oleh siswa di rumah masing-masing, justru diambil kesempatan untuk berkumpul dan bermain. Bukan hanya itu, mereka berpamitan kepada orang tua untuk belajar kelompok karena keterbatasan kuota. Tetapi nyatanya, mereka tidak benar-benar belajar. Melainkan untuk bermain. 

Disinilah pembinaan terhadap akhlak, attitude telah hilang. Salah siapa? Tidak ada yang merasa benar dan tidak ada yang mau disalahkan. Karena memanh tanggung jawab bersama membina mereka. Namun ini lah kelemahan pembelajaran jarak jauh kita. 

Madrasah seharusnya melihat ini sebagai permasalahan yang harus dicarikan solusinya. Tidak hanya sekedar membuat siswa cerdas intelektual. Tetapi juga memiliki akhlak sebagaimana yang menjadi spirit madrasah. Cerdas dan berakhlak mulia.

Alih-alih tidak mau ambil resiko, lantas tidak pula hanya duduk manis menunggu keputusan tanpa tindakan. Semua pasti ada resiko. Tetapi bagaimana usaha madrasah memanajemen resiko tersebut. 

Lebih berisiko mana? Jika membiarkan anak belajar mandiri di rumah tanpa pengawasan. Setiap hari mengakses internet. Mereka bebas mengakses situs tanpa batas dan tanpa pengawasan. 

Apa madrasah akan menjawab, itu adalah tanggung jawab orang tua di rumah? Jika demikian, hentikan pembelajaran jarak jauh. Biarkan orang tua menentukan pilihan belajar untuk anaknya.


Salam,

Guru IPS

Related Posts

Post a Comment

Lagi Trending