Menghitung Garis Kemiskinan Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia



Kemiskinan dapat dilihat sebagai keadaan masyarakat dengan tingkat ekonominya masih lemah, dan ditambah dengan kebijakan pemerintah yang umumnya diarahkan untuk memecahkan permasalahan jangka pendek. Sehingga kebijakan tersbut belum berhasil memecahkan kelompok ekonomi rahyat bawah. Disamping itu juga pengaruh perbedaan luar negeri, antara lain dari segi pendanaan pembangunan.

Dengan demikian kemiskinan merupakan kondisi masyarakat yang tidak/belum ikut serta dalam proses perubahan karena tidak mempunyai kemampuan, baik kemampuan dalam pemilikan faktor produksi maupun kualitas faktor produksi yang memadai sehingga tidak mendapatkan manfaat dari hasil proses pembangunan. Disamping itu pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah tidak sesuai dengan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi, sehingga manfaat pembangunan tidak menjangkau mereka. Oleh karena itu kemiskinan dapat disebabkan karena sifat alamiah/cultural, yaitu masalah yang muncul di masyarakatbertalian dengan pemilikan faktor produksi, produktivitas dan tingkat perkembangan masyarakat itu sendiri. Disamping itu kemiskinan bisa disebabkan oleh masalah struktural, yaitu yang disebabkan oleh miskinannya strategi dan kebijakan pembangunan nasional yang dilaksanakan.

sumber: tempo.co


Sharp, et.al dalam Subandi (2012:78) mengidentifikasikan ada tiga penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi, yaitu:

  • Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya sehingga menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang;
  • Kemiskinan timbul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia;
  • Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal

Ketika Penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran kemiskinan (vicious circle of proverty). Adanya keterbelakangan, ketidak sempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berakibat pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi mengakibatkan pada keterbelakangan, dan seterusnya. 

Logika berfikir ini dikemukakan oleh Ragnar Nurke pada tahun 1953 yang mengatakan bahwa, "a poor country is poor becaise it is poor" artinya negara miskin itu miskin karena miskin.

Badan Pusat Statistik (BPS) memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).

Pada perspektif Al Quran bahwa orang miskin itu adalah pihak-pihak yang berhak menerima bantuan redistribusi yang dikenal dalam Islam dengan istilah zakat. Hal ini tercantum dalam QS. At-Taubah ayat 60. Dengan demikian kemiskinan yang dimaksudkan dalam Al Quran adalah mereka yang tidak/ belum mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini menjadi ukuran kemiskinan bagi muslim untuk mendapatkan hak-haknya. 

Ukuran Kemiskinan

Secara umum terdapat dua macam ukuran kemiskinan, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut:

Kemiskinan Absolut

Kemiskinan Absolut dapat diukur dengan:

"membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapat yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya."

Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan tidak miskin, aau sering disebut garis batas kemiskinan. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik. Seperti makan, pakaina, dan perubahan untuk menjamin kelangsungan hidup, Todaro. 1997 (Subandi, 2012:80). 

Kesulitan dalam konsep kemiskinan absolut adalah menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena kedua hal tersebut tidak hanya dipengaruhioleh adat kebiasaan saja, tetapi juga oleh tingkat kemaujan suatu negara, dan berbagai faktor ekonomi lainnya.

Kemiskinan Relatif

Kemiskinan Relatif adalah orang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapa memenuhi kebutuhan dasar, namun masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masayarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih dianggap miskin. Menurut Miller (Subandi, 2012: 80) hal ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya, dari pada lingkungan orang yang bersangkutan.

Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan apabila tingkat hidup masyarakat berubah. Konsep ini merupakan perbaikan dari konsep absolut dan karena konsep kemiskinan relatif dinamis, maka kemiskinan akan selalu ada.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

Konsep yang digunakan BPS dalam menghitung Garis Kemiskinan sebagai berikut:

Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll)

Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Rumus perhitungan yang digunakan:

GK = GKM+GKNM


Dimana:

  • GK            = Garis Kemiskinan
  • GKM        = Garis Kemiskinan Makanan
  • GKNM    = Garis Kemiskinan Non Makan

Teknik penghitungan GKM

Tahap pertama adalah menentukan kelompok referensi (reference populaion) yaitu 20 persen penduduk yang berada diatas Garis Kemiskinan Sementara (GKS). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marginal. GKS dihitung berdasar GK periode sebelumnya yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi ini kemudian dihitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut. Formula dasar dalam menghitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah :


Selanjutnya GKMj tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori dengan mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut daerah j dari penduduk referensi, sehingga :


Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dsan kesehatan. Pemilihan jenis barang dan jasa non makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk. Pada periode sebelum tahun 1993 terdiri dari 14 komoditi di perkotaan dan 12 komoditi di pedesaan. Sejak tahun 1998 terdiri dari 27 sub kelompok (51 jenis komoditi) di perkotaan dan 25 sub kelompok (47 jenis komoditi) di pedesaan. Nilai kebutuhan minimum perkomoditi /sub-kelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok tersebut terhadap total pengeluaran komoditi/sub-kelompok yang tercatat dalam data Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKP 2004), yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per komoditi non-makanan yang lebih rinci dibanding data Susenas Modul Konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non makanan secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :


Pada tahun 2020 di semester pertama (bulan maret) BPS menetapkan garis kemiskinan masyarakat  di Indonesia daerah pedesaan yang memiliki rata-rata pengeluaran dibawah Rp 433.281,- perkapita/bulan dengan jumlah sebanyak 15.262,06 (ribu jiwa) dalam kategori miskin. Sedangkan masyarakat miskin di Indonesia pada daerah perkotaan yang memiliki rata-rata pengeluaran dibawah Rp 471.822,- perkapita/bulan dengan jumlah sebanyak 11.161,96 (ribu jiwa) dalam kategori miskin. Pada semester kedua (bulan september) masyarakat miskin di Indonesia daerah pedesaan yang memiliki rata-rata pendapatan dibawah Rp 437.902,- perkapita/bulan dengan jumlah sebanyak 15.511,06 (ribu jiwa) dalam kategori miskin. Sedangkan masyarakat miskin Indonesia di daerah perkotaan yang memiliki rata-rata pendapatan dibawah Rp 475.477,- perkapita/bulan dengan jumlah sebanyak 12.038,50 (ribu jiwa) dalam kategori miskin. Data Garis Kemiskinan 2 (dua) tahun terakhir (2019-2020) masyarakat Indonesia berdasarkan perhitungan garis kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dapat dilihat disini.

Pemerintah harus memiliki stategi atau kebijakan yang dapat digunakan dalam upaya mengurangi kemiskinan yang ada. Pemerintah Indonesia telah menerapkan strategi/kebijakan dalam mengurangi kemiskinan.

Strategi Mengurangi Kemiskinan

Strategi memerangi kemiskinan yang dikemukakan oleh Gunnar Adler Karlsson yang dikutip Andre Bayo Ala (1981) meliputi: (1) strategi dalam jangka pendek yaitu memindahkan sumberdaya-sumberdaya kepada kaum miskin dalam jumlah yang memadai. Perbaikan keadaan kemiskinan dalam jangka pendek diantaranya menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan, dan memperbaiki distribusinya; (2) Strategi jangka panjang dengan menumbuhkan swadaya setempat. Perbaikan dalam jangka panjang dengan memperbaiki dan memenuhi harkat hidup secara individual dan sosial yang bermartabat.

Strategi Pengentasan Kemiskinan yang dilaksanakan oleh Pemerintah dapat dibagi menjadi dua bagian besar, pertama melindungi keluarga dan kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara, dan kedua membantu masyarakat yang mengalami kemiskinan kronis dengan memberdayakan dan mencegah terjadinya kemiskinan baru. Strategi tersebut selanjutnya dituangkan dalam tiga program yang langsung diarahkan pada penduduk miskin yaitu: (1) penyediaan kebutuhan pokok; 2) pengembangan sistem jaminan sosial; dan 3) pengembangan budaya usaha. Selain itu penduduk miskin mempunyai strategi sendiri untuk menanggulangi kemiskinannya. Strategi yang ditempuh yaitu dengan pinjam dari lembaga informal, menambah jam kerja, anggota keluarga ikut bekerja, merantau atau berhemat.

Konsep kebijakan yang digunakan pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan dapat dibedakan berdasarkan tradisi dan pendekatan perencanaan yang melandasinya. Tradisi perencanaan menurut John Friedmann setidaknya terdiri empat tipe yaitu: (1) perencanaan sebagai reformasi sosial (social reform), bahwa negara menyusun dan merencanakan berbagai arahan dan pedoman pembangunan untuk diikuti dan dilaksanakan oleh masyarakat; (2) perencanaan sebagai analisis kebijakan (policy analysis), bahwa para penentu kebijakan (pemerintah dan pihak terkait lainnya) berdasarkan analisis data yang ilmiah menyusun dan merencanakan berbagai arahan dan pedoman pembangunan yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat; (3) perencanaan sebagai pembelajaran sosial (social learning), bahwa pengetahuan perencanaan diperoleh lewat pengalaman dan disempurnakan lewat praktik (learning by doing), perencanaan serta pelaksanaan pembangunan dijalankan bersama-sama dengan masyarakat dengan bimbingan dari ahli; dan (4) perencanaan sebagai mobilisasi sosial (social mobilization), bahwa perencanaan pembangunan harus dilaksanakan oleh masyarakat dan digerakkan dengan berbagai konsep/ideologi yang sudah tertanam di dalam jiwa dan kebudayaan mereka.

Sedangkan jenis-jenis program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah dapat dilihat berdasarkan model pembangunan yang mendasari program-program tersebut untuk melihat titik berat strategi yang dijalankan program tersebut. Model pembangunan yang dianut negara berkembang secara garis besar terbagi dalam empat model pembangunan. Model pembangunan I menitik beratkan pada pertumbuhan pendapatan nasional. Model pembangunan II menitikberatkan pada pemerataan dan pemenuhan kebutuhan pokok/dasar. Model pembangunan III berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui keikutsertaan masyarakat dan kelompok sasaran dalam menentukan kebutuhan dan partisipasi dalam proses pembangunan. Sedangkan model pembangunan IV menitikberatkan pada peningkatan daya saing untuk menghadapi era globalisasi dan era otonomi daerah.

Evaluasi terhadap program pengentasan kemiskinan diantaranya dapat dilakukan terhadap pendekatan perencanaan, model pembangunan yang digunakan dan pelaksanaan program tersebut. Kriteria yang digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pengentasan kemiskinan meliputi: penentuan sasaran dan data yang digunakan untuk menentukan sasaran; peranan pemerintah daerah, masyarakat umum dan penerima sasaran program; dan implementasi program di tingkat pemerintah dan masyarakat.

Secara umum strategi dan kebijakan dalam mengurangi kemiskinan terdapat dua hal, yaitu:

Pembangunan Pertanian

Sektor pertanian berperan sangat penting dalam pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di Indonesia. Terdapat tiga aspek dari pembangunan pertanian yang telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pengurangan kemiskinan, terutama di daerah pedasaan. 

Ketiga aspek tersebut antara lain: adanya revolusi teknologi pertanian, pembangunan irigasi, serta pembangunan pertanian di luar Jawa dengan pola transmigrasi.

Pembangunan Sumber Daya Manusia

Pembangunan Sumber Daya Manusia dapat dilakukan dengan perbaikan akses terhadap konsumsi pelayanan sosial seperti pendidikan, kesehatan dan gizi merupakan stategi pemerintah yang cukup penting untuk mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kesejahteraan penduduk Indonesia. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan tersebut dibutuhkan investasi modal insani yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas golongan miskin tersebut.

Strategi mengurangi kemiskinan yang diajarkan dalam Islam telah tercantum dalam QS. At Taubah ayat 60 yaitu dengan penyaluran zakat kepada yang berhak menerima yaitu salah satunya adalah fakir-miskin. Zakat diambil dari masyarakat yang mampu sebagaimana yang tercantum dalam QS. At Taubah ayat 103 yang artinya "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS. At-Taubah: 103).

Dengan demikian, pembangunan ekonomi ummat telah diajarkan dalam Allah swt dalam Al Quran dengan sangat detail. Jika kita sama-sama saling memahami, maka pembangunan ekonomi dapat berjalan dengan baik, dan ketimpangan pendapatan dapat diselesaikan tanpa ada kecemburuan.

Dengan berlangsungnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka kelompok negara-negara HPAEs mampu menurunkan tingkat ketimpangan pendapatan dan kemiskinan. Fenomena ini sangat menarik karena bertentangan dengan hipotesis yang dikemukakan Kuznets (1955) dan hipotesis U. Menurut kedua hipotesis tersebut pada tahap awal pembangunan akan ditandai adanya pertumbuhan yang tinggi dengan disertai ketimpangan pendapatan yang tinggi pula. Kondisi tersebut akan berlangsung sampai pada titik krisi tertentu, dimana tingkat pertumbuhan ekonomi yang tingg akan diikuti oleh semakin menurunnya tingkat ketimpangan pendapatan. 

 


Related Posts

Post a Comment

Lagi Trending